Bisnis Pijat Urut Tradisional

Bisnis Urut Tradisional atau Bisnis Esek-Esek?

Bisnis panti pijat atau urut tradisional terkadang disertai dengan bisnis esek-esek, mungkin ini bukanlah rahasia umum. Namun baru kali ini mendengar langsung dari seorang ibu yang berniat urut karena keletihan baru saja datang dari luar kota.

Ibu : Mas, badan saya pegal-pegal, kecapaian mau urut dimana yaak?

Me : Didepan tuh di Ruko ada Tempat Urut Se*oja, baru buka coba aja urut di situ Bu. Itu tempat Urut Tradisional.

Ibu : Iyalah, Ibu pergi ke sana siang ini.

Ketika malam harinya aku pulang dan langsung si Ibu berkomentar :

Ibu : Mas, ibu tidak jadi urut, hawanya ndak enak.

Me : Ndak enak gimana?

Ibu : Yang mbak-mbak urutnya perempuan pakai celana pendek, terus pada ngerokok duduknya pada dilantai juga kakinya pada diangkat ke atas (Jegang).

Me : Waduh (salah kasih referensi nih), pijat ndak bener dong. Berapa tarifnya?

Ibu : Tarifnya Rp. 120.000,- termasuk kamar.

Inikah yang dinamakan urut tradisional ++++?
1. Tukang urutnya menggunakan celana pendek + Merokok + duduknya pada dilantai dengan cara duduk kaki diangkat (jegang).
2. Taripnya menyebutkan Rp. 120.000,- termasuk kamar.

Salahkah dengan 2 point tersebut lalu diambil kesimpulan bahwa itu ada Urut Tradsional semacam ini merupakan Urut Tradisional + esek-esek?

Kalau benar, berarti ini dapat dikategorikan sebagai penyakit sosial yang harus ditertibkan sebelum merusak lingkungan karena keberadaannya ditempat pemukiman penduduk.

Kemana harus melaporkan hal-hal semacam ini?